Hukum Cyber
Hukum Cyber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi
Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law)
dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet
dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber
digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan
dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan
pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi
kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai
“maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Di internet hukum itu adalah
cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law
bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang
melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature dan masih banyak lagi.
Definisi
Definisi cyber law yang diterima semua
pihak adalah milik Pavan Dugal dalam bukunya Cyberlaw
The Indian Perspective (2002). Di situ
Dugal mendefinisikan Cyberlaw is a generic term, which refers to all the legal
and regulatory aspects of Internet and the World Wide Wide. Anything concerned
with or related to or emanating from any legal aspects or issues concerning any
activity of netizens and others, in Cyberspace comes within the amit of
Cyberlaw. Disini Dugal mengatakan bahwa Hukum Siber adalah istilah umum yang
menyangkut semua aspek legal dan peraturan Internet dan juga World Wide Web.
Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang
berhubungan dengan aktivitas para pengguna Internet aktif dan juga yang lainnya
di dunia siber, dikendalikan oleh Hukum Siber.
Latar Belakang Terbentuknya CyberLaw
Cyber law erat lekatnya dengan dunia
kejahatan. Hal ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubah-ubah dan
manusia mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak
positif dan dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi.
Pertama, dengan globalisasi manusia dipengaruhi dan
kedua, dengan globalisasi manusia mempengaruhi (jadi dipengaruhi atau
mempengaruhi).
Bentuk
Kejahatan Komputer dan Siber
·
Penipuan Komputer (computer fraudulent)
·
Pencurian uang atau harta benda dengan
menggunakan sarana komputer/ cyber dengan melawan hukum.
Bentuk kejahatan ini dapat dilakukan dengan mudah dalam hitungan detik tanpa
diketahui siapapun juga. Bainbdridge (1993) dalam bukunya Komputer dan Hukum
membagi beberapa macam bentuk penipuan data dan penipuan program:
1. Memasukkan instruksi yang
tidak sah, seperti contoh seorang memasukkan instruksi secara tidak sah
sehingga menyebabkan sistem komputer melakukan transfer uang dari satu rekening
ke rekening lain, tindakan ini dapat dilakukan oleh orang dalam atau dari luar
bank yang berhasil memperoleh akses kepada sistem komputer tanpa izin.
2. Perubahan data input,
yaitu data yang secara sah dimasukkan ke dalam komputer dengan sengaja diubah.
Cara ini adalah suatu hal yang paling lazim digunakan karena mudah dilakukan
dan sulit dilacak kecuali dengan pemeriksaan berkala.
3. Perusakan data, hal ini
terjadi terutama pada data output, misalanya laporan dalam bentuk hasil cetak
komputer dirobek, tidak dicetak atau hasilnya diubah.
4. Komputer sebagai pembantu
kejahatan, misalnya seseorang dengan menggunakan komputer menelusuri rekening
seseorang yang tidak aktif, kemudian melakukan penarikan dana dari rekening
tersebut.
5. Akses tidak sah terhadap
sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking. Tindakan hacking ini
berkaitan dengan ketentuan rahasia bank, karena seseorang memiliki akses yang
tidak sah terhadap sistem komputer bank, sudah tentu mengetahui catatan tentang
keadaan keuangan nasabah dan hal-hal lain yang haru dirahasiakan menurut
kelaziman dunia perbankan.
·
Penggelapan, pemalsuan pemberian informasi
melalui komputer yang merugikan pihak lain dan menguntungkan diri sendiri.
·
Hacking, adalah melakukan
akses terhadap sistem komputer tanpa izin atau dengan malwan hukum sehingga
dapat menebus sistem pengamanan komputer yang dapat mengancam berbagai
kepentingan.
·
Perbuatan pidana perusakan sistem komputer
(baik merusak data atau menghapus kode-kode yang menimbulka kerusakan dan
kerugian). Perbuatan pidana ini juga dapat berupa penambahan atau perubahan
program, informasi, dan media.
·
Pembajakan yang berkaitan dengan hak milik
intelektual, hak cipta, dan hak paten.
Banyak sekali penyalahgunaan yang dilakukan netter. Penyalahgunaan kebebasan yang berlaku di dunia maya kerap membuat netter bersikap ceroboh dan menggampangkan persoalan. Berikut bentuk-bentuk penyalahgunaan itu:
·
Pencurian password, peniruan atau pemalsuan
akun.
·
Penyadapan terhdapa jalur komunikasi
sehingga memungkinkan bocornya rahasia perusahaan atau instansi tertentu.
·
Penyusupan sistem komputer
·
Membanjiri network dengan trafik sehingga
menyebabkan crash
·
Perusakan situs
·
Spamming alias pengiriman pesan yang tidak
dikehendaki ke banyak alamat email
·
Penyebaran virus dan worm.
Kejahatan komputer berdasarkan pada cara terjadinya kejahatan komputer itu menjadi 2 kelompok (modus operandinya), yaitu:
·
Internal crime
Kelompok kejahatan komputer ini terjadi
secara internal dan dilakukan oleh orang dalam “Insider”. Modus operandi yang
dilakukan oleh “Insider” adalah:
·
Manipulasi transaksi input dan mengubah
data (baik mengurang atau menambah)
1. Mengubah transaksi
(transaksi yang direkayasa)
2. Menghapus transaksi input
(transaksi yang ada dikurangi dari yang sebenarnya)
3. Memasukkan transaksi
tambahan
4. Mengubah transaksi
penyesuaian (rekayasa laporan yang seolah-olah benar)
·
Memodifikasi software/ termasuk pula
hardware
·
External crime
Kelompok kejahatan komputer ini terjadi
secara eksternal dan dilakukan oleh orang luar yang biasanya dibantu oleh orang
dalam untuk melancarkan aksinya. Bentuk penyalahgunaan yang dapat digolongkan
sebagai external crime adalah:
1.
Joy Computing
2.
Hacking
3.
The Trojan
Horse
4.
Data Leakage
5. Data Diddling
6. To frustrate data
communication
7.
Software Piracy
Teori-teori yang Melandasi Perkembangan Dunia Maya (Cyber)
Ada beberapa guidance bagi kita untuk
mengerti seluk beluk perdagangan secara elektronik dengan melihat teori-teori
dibawah ini :
1. Teori Kepercayaan (vetrowen
theory): Teori menjelasan bahwa ada pernyataan objektif yang dipercayai
pihak-pihak. Tercapainya kata sepakat dengan konfirmasi tertulis.
2. Teori Pernyataan (verklarings
theory): Keadaan objektif realitas oleh penilaian masyarakat dapat menjadi
persetujuan tanpa mempedulikan kehendak pihak-pihak
3. Teori Kehendak (wills
theory): Teori menitikberatkan pada kehendak para pihak yang merupakan
unsure essensil dalam pernjanjian.
4. Teori Ucapan (uitings
theorie): Teori ini menganut sistem dimana penawaran ditawarkan dan
disetujui maka perjanjian tersebut sudah sempurna dan mengikat kedua belah
pihak sebagai undang-undang.
5. Teori Penawaran (ontvangs
theorie): Konfirmasi pihak kedua adalah kunci terjadinya pernjanjian
setelah di pihak penerima menerima tawaran dan memberikan jawaban.
6. Teori Pengetahuan (vernemings
theorie): Konsensus dalam bentuk perjanjian tersebut terjadi bila si
penawar mengetahui hukum penawaran disetujui walaupun tidak ada konfirmasi.
7. Teori Pengiriman (verzendings
theorie): Bukti pegiriman adalah kunci dari lahirnya pernjajian, artinya
jawaban dikirim, pada saat itulah sudah lahir perjanjian yang dimaksud.
Kompetensi relatif dalam dunia maya (cyber) dapat menjadi acuan bagi pihak berperkara dalam dunia maya atas dasar teori-teori berikut ini :
1. Teori akibat (leer van
het gevolg): Teori ini menitikberatkan pada akibat suatu peristiwa hukum
yang melawan hukum ditempat dimana tindak pidana itu memunculkan akibat.
2. Teori alat (leer van
instrument): Tempat terjadinya tindak pidana selaras dengan instrument yang
digunakan dengan tindak pidana itu
3. Teori perbuatan materiil
(leer van lechamelijke daad): Teori ini menunjuk tempat terjadinya
tindak pidana adalah kunci
4. Teori gabungan: Teori
yang juga merupakan gabungan ketiganya: akibat alat dan perbuataan materiil
Aspek Hukum Aplikasi Internet
Aplikasi internet sendiri sesungguhnya
memiliki aspek hukum. Aspek tersebut meliputi aspek hak cipta, aspek merek
dagang, aspek fitnah dan pencemaran nama baik, aspek privasi.
Aspek
Hak Cipta
Hak cipta yang sudah diatur dalam UU Hak Cipta. Aplikasi internet seperti website dan email membutuhkan
perlindungan hak cipta. Publik beranggapan bahwa informasi yang tersebdia di
internet bebas untuk di-download, diubah, dan diperbanyak. Ketidakjelasan
mengenai prosedur dan pengurusan hak cipta aplikasi internet masih banyak
terjadi.
Aspek
Merek Dagang
Aspek merek dagang ini meliputi
identifikasi dan membedakan suatu sumber barang dan jasa, yang diatur dalam UU
Merek.
Aspek
Fitnah dan Pencemaran Nama Baik
Hal ini meliputi gangguan atau pelanggaran
terhadap reputasi seseorang, berupa pertanyaan yang salah, fitnah, pencemaran
nama baik, mengejek, dan penghinaan. Walau semua tindakan tadi dilakukan dengan
menggunakan aplikasi internet, namun tetap tidak menghilangkan tanggung jawab
hukum bagi pelakunya. Jangan karena melakukan fitnah atau sekedar olok-olok di
email atau chat room maka kita bebas melenggang tanpa rasa bersalah. Ada korban
dari perbuatan kita yang tak segan-segan menggambil tindakan hukum
Aspek
Privasi
Di banyak negara maju dimana komputer dan
internet sudah diaskes oleh mayoritas warganya, privasi menjadi masalah
tersendiri. Makin seseorang menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin
tinggi pula privasi yang dibutuhkannya. Ada beberapa persoalan yang bisa muncul
dari hal privasi ini. Pertama, informasi personal apa saja yang dapat diberikan
kepada orang lain? Lalu apa sajakah pesan informasi pribadi yang tidak perlu
diakses orang lain? Apakah dan bagaimana dengan pengiriman informasi pribadi
yang anonim.
Asas-asas
Yurisdiksi dalam Ruang Siber
Dalam ruang siber pelaku pelanggaran
seringkali menjadi sulit dijerat karena hukum dan pengadilan Indonesia tidak
memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan perbuatan hukum yang terjadi, mengingat
pelanggaran hukum bersifat transnasional tetapi akibatnya justru memiliki
implikasi hukum di Indonesia. Menurut Darrel Menthe, dalam hukum internasional,
dikenal tiga jenis yuridikasi, yaitu:
1. Yurisdiksi untuk
menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe)
2. Yurisdiksi untuk
penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
3. Yurisdiksi untuk menuntut
(the jurisdiction to adjudicate)
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku, dikenal beberapa asa yang biasa digunakan, yaitu:
1. Subjective territoriality: Menekankan bahwa
keberlakuan hukum ditentukan berdasakan tempat perbuatan dilakukan dan
penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2. Objective territoriality: Menyatakan bahwa hukum
yang berlaku adalah hukum di mana akibat utama perbuatan itu terjadi dan
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan
3. Nationality: Menentukan bahwa negara
mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4. Passive nationality: Menekankan yurisdiksi
berdasarkan kewarganegaraan korban.
5. Protective principle: Menyatakan berlakunya
hukum didasarkan atas keinginan negara untuk menlindungin kepentingan negara
dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan
apabila korban adalah negara atau pemerintah.
6. Universality.
Keterikaitan Teknologi Informasi dan Perkembangan Cyber dengan Instrumen
Hukum Nasional di Indonesia
Perkembangan teknologi informasi pada
umumnya dan teknologi internet pada khususnya telah mempengaruhi dan
setidak-tidaknya memiliki keterkaitan yang signifikan dengan instrumen hukum
positif nasional.
UU
Perlindungan Konsumen
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut Keterkaitan UU Perlindungan Konsumen dengan
Hukum Cyber adalah :
1. Batasan/ Pengertian
(Pasal 1 Angka 1)
2. Hak konsumen (pasal 4
Huruf h)
3. Kewajiban konsumen (Pasal
5 Huruf b)
4. Hak pelaku usaha (Pasal 6
huruf b)
5. Kewajiban pelaku usaha
(Pasal 7 huruf a, b, d, e)
6. Perbuatan pelaku usaha
yang dilarang (Pasal 11)
7. Pasal 17
8. Klausula baku (Pasal 1
Angka 10, Pasal 18)
9. Tanggung Jawab pelaku
usaha (Pasal 20)
10. Beban pembuktian (Pasal
22)
11. Penyelesaian sengketa
(Pasal 45)
12. Pasal 46
13. Sanksi (Pasal 63)
Hukum
Perdata Materil dan Formil
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkatian Hukum
Perdata Materil dan Formil dengan Hukum Cyber adalah:
1. Syarat-syarat sahnya
perjanjian (Pasal 1320)
2. Perbuatan melawan hukum
(Pasal 1365)
3. Beban pembuktian (Pasal
1865)
4. Tentang akibat suatu perjanjian
(Pasal 1338)
5. Alat-alat bukti (Pasal
1866)
6. Alat bukti tulisan (Pasal
1867, Pasal 1868, Pasal 1869, Pasal 1870, Pasal 1871, Pasal 1872, Pasal 1873,
Pasal 1874, Pasal 1874 a, Pasal 1875, Pasal1876, Pasal 1877, Pasal 1878, Pasal
1879, Pasal 1880, Pasal 1881, Pasal 1882, Pasal 1883, Pasal 1884, Pasal 1885,
Pasal 1886, Pasal 1887, Pasal 1888, Pasal 1889, Pasal 1890, Pasal 1891, Pasal
1892, Pasal 1893, Pasal 1894).
7. Tentang pembuktian
saksi-saksi (Pasal 1902, Pasal 1905, Pasal 1906)
Undang-Undang
Hukum Pidana
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana dengan Hukum Cyber adalah:
1. Tentang Pencurian (Pasal
362)
2. Tentang pemerasan dan
pengancaman (Pasal 369, Pasal 372)
3. Tentang perbuatan curang
(Pasal 386, Pasal 392)
4. Tentang pelanggaran
ketertiban umum (Pasal 506)
5. Pasal 382 bis
6. Pasal 383
UU
No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU No. 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi dengan Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/ Pengertian
telekomunikasi (Pasal 1 Angka 1, 4, 15)
2. Larangan praktek monopoli
dan persaingan tidak sehat dalam bidang telekomunikasi (Pasal 10)
3. Hak yang sama untuk
menggunakan jaringan telekomunikasi (Pasal 14)
4. Kewajiban penyelenggara
telekomunikasi (Pasal 17)
5. Pasal 18 Ayat (1) dan
Ayat (2)
6. Pasal 19
7. Pasal 21
8. Pasal 22
9. Penyelenggaraan
telekomunikasi (Pasal 29)
10. Perangkat telekomunikasi
(Pasal 32 Ayat (1))
11. Pengamanan telekomunikasi
(Pasal 38)
12. Pasal 40
13. Pasal 41
14. Pasal 42 Ayat (1) dan
Ayat (2)
15. Pasal 43
UU
No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 10 Tahun 1998 Jo. UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dengan Hukum Cyber adalah:
1. Usaha Bank (Pasal 6 huruf
e, f, g)
2. Privacy (Pasal 40)
UU
No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/Pengertian (Pasal
1 Angka 1, Pasal 1 Angka 2)
2. Fungsi & Arah (Pasal
4, Pasal 5)
3. Isi siaran (Pasal 36)
4. Arsip Siaran (Pasal 45)
5. Siaran Iklan (Pasal 46)
6. Sensor Isi siaran (Pasal
47)
UU
No. 15 Tahun 2001 Tentang Merk
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merk dengan Hukum Cyber adalah:
1. Batasan Merek (Pasal 1)
2. Ruang Lingkup Hak (Pasal
3)
3. Indikasi Geografis (Pasal
56)
4. Pemeriksaan Substantif
(Pasal 18 Ayat (2), Pasal 52)
5. Jangka Waktu Perlindungan
(Pasal 28, Pasal 35 Ayat (1), Pasal 56 Ayat (7))
6. Administrasi Pendaftaran
(Pasal 7 Ayat (1))
UU
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat dengan Hukum Cyber adalah:
1. Definisi Monopoli (Pasal
1 Ayat 1)
2. Persaingan usaha tidak
sehat (Pasal 1 Angka 6)
3. Posisi dominan (Pasal 25)
4. Alat bukti (Pasal 42)
5. Perjanjian yang berkaitan
dengan HAKI (Pasal 50 Huruf b)
UU
No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang dengan Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/Pengertian (Pasal
1 Angka 1)
2. Lingkup Rahasia dagang
(Pasal 2, Pasal 3)
3. Penyelesaian Sengketa
(Pasal 12)
4. Pelanggaran rahasia
dagang (Pasal 13, Pasal 14)
5. Ketentuan lain (Pasal 18)
UU
No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Definisi (Pasal 1 Angka 1
dan 3)
2. Publikasi dan Penggandaan
(Pasal 1 Angka 5 dan 6)
3. Program Komputer (Pasal 1
Angka 8)
4. Lembaga Penyiaran (Pasal
1 Angka 12)
5. Perbanyakan rekaman suara
(Pasal 49)
6. Ciptaan yang dilindungi
(Pasal 12, Pasal 13)
7. Pembatasan Hak Cipta
(Pasal 14 Huruf c)
8. Kepentingan Ilmiah dan
e-learning (Pasal 15)
9. Informasi dan sarana
kontrol teknologi (Pasal 25 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (1))
10. Pasal 28 Ayat (1)
11. Jangka waktu perlindungan
(Pasal 29 Ayat (1), Pasal 30)
12. Administrasi (Pasal 35)
13. Pasal 53
UU
No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/ Pengertian
(Pasal 1 Angka 6)
2. Tugas Bank Indonesia
(Pasal 8)
UU
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Hak Mengembangkan Diri
(Pasal 14)
UU
No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/ Pengertian
(Pasal 1 Angka 1 dan 2)
2. Syarat perlindungan
(Pasal 3, Pasal 4, Pasal 6)
UU
No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/ Pengertian
(Pasal 1 Angka 1)
2. Desain Industri yang
mendapat perlindungan (Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2))
UU
No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Batasan/ Pengertian
(Pasal 1 Angka 2)
2. Jenis Dokumen (Pasal 2)
3. Pembuatan Catatan dan
Penyimpanan Dokumen Perusahaan (Pasal 9, Pasal 10 Ayat (2), Pasal 11)
4. Pengalihan Bentuk Dokumen
Perusahaan dan Legalisasi (Pasal 12, Pasal 14, Pasal 15)
UU
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU
No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dengan
Hukum Cyber adalah:
1. Pengakuan terhadap
eksistensi pengadilan dan arbitrase (Pasal 3 Ayat (1))
2. Alat bukti (Pasal 6 Ayat
(2))
3. Pasal 16
4. Asas-asas peradilan
(Pasal 28 Ayat (1))
5. Pasal 18
Keterkaitan
Regulasi dan Forum Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Cyber
·
Ajudikasi
1. Pengadilan
2. Arbitrase
·
Non Ajudikasi
1. Negosiasi
2. Mediasi
UU
No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa dengan Hukum Cyber adalah:
1. Arbitrase (Pasal 1 Angka
1)
2. Perjanjian Arbitrase
(Pasal 1 Angka 3)
3. Putusan Arbitrase
Internasional (Pasal 1 Angka 9)
4. Objek Penyelesaian
Sengketa (Pasal 5)
5. Model Pemberitahuan
(Pasal 8 Ayat (1), Pasal 9 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 11)
6. Putusan Arbitrase (Pasal
56)
7. Pelaksanaan Putusan
Arbitrase (Pasal 60, Pasal 65, Pasal 66)
UU
No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
Subjek, materi muatan, dan pasal yang
menyangkut keterkaitan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dengan Hukum Cyber adalah:
1. Pasal 55 ayat (1)
2. Pasal 95
3. Pasal 96
4. Pasal 97
5. Pasal 98
Kasus Pertama di Indonesia yang Menyangkut Cyberlaw
Kasus Mustika Ratu adalah kasus cybercrime
pertama di Indonesia yang disidangkan. Belum usai perdebatan pakar mengenai
perlu tidaknya cyberlaw di Indonesia, tiba-tiba di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat mulai disidangkan kasus cybercrime. Pelakunya, menggungakan domain
name mustikaratu.com untuk kepentingan PT. Mustika
Berto, pemegang merek kosmetik Sari Ayu. Jaksa mendakwa pakai undang-undang
apa?
Tjandra Sugiono yang tidak sempat mengenyam HOTEL prodeo karena tidak
“diundang” penyidik dan jaksa penuntut umum, pada kamis (2/8) duduk di kursi
pesakitan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tjandra didakwa telak melakukan
perbuatan menipu atau mengelirukan orang banyak untuk kepentingan perusahaannya
sendiri. Kasus ini berawal dengan didaftarkannya nama domain name
mustikaratu.com di Amerika dengan menggunakan Network Solution Inc
(NSI) pada Oktober 1999 oleh mantan general Manager International Marketing PT.
Martina Berto ini. Alamat yang dipakai untuk mendaftarkan domain
name tersebut adalah Jalan Cisadane 3 Pav. Jakarta Pusat, JA.
10330.
Akibat penggunaan domain name
mustikaratu.com tersebut, PT. Mustika Ratu tidak dapat melakukan
sebagian transaksi dengan calon mitra usaha yang berada di luar negeri.
Pasalnya, mereka tidak dapat menemukan informasi mengenai Mustika Ratu di
website tersebut. Mereka kebingungan ketika menemukan website mustikaratu.com
yang isinya justru menampilkan produk-produk Belia dari Sari
Ayu, yang notabene adalah pesaing dari Mustika Ratu untuk produk kosmetik.
Tjandra Sugiono didakwa dengan Pasal 382
bis KUHP mengenai perbuatan curang (bedrog) dalam perdagangan,
yang ancaman hukumannya 1 tahun 4 bulan. Selain itu, jaksa juga memakai
Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Menurut jaksa, perbuatan terdakwa telah melanggar Pasal 19 UU No.
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
Pasal ini melarang pelaku usaha untuk
menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan atau menghalangi konsumen atau
pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya itu. “Dia (Tjandra, Red) memakai nama mustikaratu.com.
Jadi PT. Mustika Ratu merasa namanya dipakai orang lain dan dia melaporkan ke
penyidik, maka jadilah perkaranya di pengadilan,” komentar Suhardi yang menjadi
Jaksa Penuntut Umum untuk perkara ini.
Referensi materi: wikipedia.com